Jika ada manusia yang rasa iri bolehlah tertuju, maka dialah orangnya. Di antara sekian manusia yang kutemui sejauh ini, sungguh sangat bersyukur bisa belajar banyak dari sosoknya. Karakter kami begitu berbeda namun kesamaan di antara kami adalah rasa haus yang mendalam akan petualangan ilmu dan pencarian akan seorang “guru”– lebih tepatnya mahaguru.
Continue reading
A Prolog to be A Woman
Sekedar tulisan yang diambil dari potongan diary 2 tahun yang lalu..
***
Jakarta, 9-10-2010.
Bangunan elit nan megah itu menyambutku. Kesibukan para pekerja berdasi yang hilir mudik membuatku memikirkan bagaimana kesibukan sehari-hari mereka. Apakah mereka bahagia? Benar-benar bahagia? Sebagai seorang mahasiswi tingkat akhir, akhir-akhir ini aku jadi sering mempertanyakan arti kebahagiaan dan pencapaian dalam hidup. Â Kini, aku pun berada di lantai 14, cukup tinggi untuk melirik ke luar jendela. Kulihat Jalan Sudirman tampak begitu padat kendaraan. Bundaran HI seperti remahan roti dan mobil-mobil layaknya semut kecil yang ramai mengelilinginya. Ah, dunia memang kecil, terlalu kecil. Lalu, apa arti dari semua yang tampak ini? Apa yang hendak aku cari darinya?
Eropa, Mekkah dan Bumi Parahyangan
Eropa dengan segala isinya itu mimpi, namun mekkah serta serambi madinah itu rencana.
(Twit dari seorang teman)
Tak sengaja membaca itu ketika membuka home twitter, aku jadi tertawa sendiri. Karena dua tempat yang disebutkan kebetulah adalah daerah yang paling ingin aku kunjungi. Menarik juga bagaimana ia membedakan mimpi dan rencana. Secara sekilas sang pemilik twitter menekankan lebih pada rencana daripada sekedar mimpi; seakan rencana lebih mungkin untuk dieksekusi dibandingkan mimpi. Ah, jadi ingin sedikit bercuap-cuap tentang Eropa, Mekkah, dan dataran yang kupijak saat ini. đ
Continue reading
Tak Memperjuangkan Khilafah, Berdosa?
Oleh : Hafidz Abdurrahman
Soal:
Jika menegakkan Khilafah hukumnya fardhu kifayah, apakah tidak cukup hanya dengan kelompok-kelompok yang sudah ada? Apakah kaum Muslim masih berdosa jika tidak ikut berjuang menegakkan Khilafah saat sudah ada yang mengerjakannya?
Belajar Berempati
Akhir-akhir ini, jadi dihadapkan pada kondisi yang menuntut implementasi dari semua teori schedulling, optimizing, budgeting, negotiating dan organizing. Mengambil keputusan untuk menghadapi suatu masalah dan tujuan berdasarkan sejumlah keterbatasan. (mata kuliah Operational Research bangeeet, hehe). Tapi, dari semua itu, ada satu hal yang belum pernah kutemui sebelum-sebelumnya di ruang kuliah. Bagaimana melibatkan empati dalam mengambil keputusan?
Mungkin akan sangat mudah bagi kita mengumpulkan sejumlah opsi solusi lalu mengambil keputusan final berdasarkan perhitungan angka atau logika matematika. Mana yang meminimasi biaya? Mana yang bisa memaksimalkan output? Tapi, apakah itu berarti yang terbaik? Apa itu yang terbaik?
Continue reading
Rumah dan Esok Hari
Genap 24 purnama kutinggal, dan semua kian tak sama rupa. Ketika kau temukan uban bertambah diantara hitamnya rambut ibu, saat itu hati pun bertanya, âsudah seberapa mengabdikah dirimu?â. Ketika paras ayah mulai dihiasi dengan kerutan yang bertambah, saat itu diri bergumam, âberapa sisa masa untuk berbakti padanya?â. Adik pun beranjak dewasa. Jika dulu ia bercerita tentang kepenasaranannya tentang dunia, kini ia mengeluhkan jerawat yang mulai tumbuh atau kisah-kisah romantisme remaja. Terselip sedih di hati, bisakah diri ini menjadi kakak yang baik untuknya? Yang senantiasa mendengarkan curhatan dan berbagi nasihat? Ah, mengapa aku memilih melangkah sekian jauhnya untuk menuntut ilmu, 5 tahun yang lalu? Makin aku sadar, ada sesuatu yang harus kubayar untuk semua yang kudapatkan selama ini: jarak yang terbentang antara aku dan orang-orang yang aku kasihi.
Selamat Datang, Mahasiswa Baru!
âSeumur hidup kita bisa menyandang predikat sebagai manusia, hingga mati insya Allah kita bisa memilih terus menjadi muslim, tapi tidak selamanya kita bisa menjadi mahasiswa. Untuk itu, jangan mau jadi mahasiswa biasa. Jadilah mahasiswa yang cerdas! â
Teruntuk adik-adikku, sahabatku..
Agustus sebentar lagi. Bulan dimana sebuah ritual akademik tahunan terjadi. Seusai pengumuman kelulusan SMA dan pengumuman kelulusan seleksi masuk Perguruan Tinggi, akhirnya sejumlah pelajar SMA bisa menggandeng gelar âmahasiswaâ. Sebuah gelar yang kalian tunggu-tunggu selama ini bukan? Merasa senang, syukur, dan bangga? Tentu saja! Bagaimana tidak? Gelar ini bukanlah gelar biasa. Untuk meraihnya, sahabat harus mengerahkan segenap jerih payah untuk mengikuti seleksi baik dari seleksi akademik maupun seleksi âfinansialâ. Berbulan-bulan dibutuhkan untuk mempersiapkan menghadapi ujian masuk. Pun, setelah diterima, banyak orangtua yang harus menyediakan dana hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Di sisi lain, jika kita telisik lagi, tahun ini tercatat hanya 118.233 orang dari 540.953 yang mendaftar SNMPTN berhasil masuk ke perguruan tinggi [1]. Statistik pada tahun 2010 menujukkan sekitar 77 % lulusan SLTA saat ini belum punya kesempatan menikmati bangku kuliah. Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia seÂkitar 250 juta, angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang pendidikan di PT pun masih minim, sebagaimana yang disampaikan Menteri PendiÂdikan Nasional MuÂhamÂmad Nuh bahwa APK di perguruan tinggi saat ini cuma mencapai 23 persen [2].
Melihat angka-angka itu, jelaslah sahabat-sahabat yang berhasil menyandang gelar mahasiswa adalah orang yang terpilih, tidak semua anak seberuntung itu bisa mengenyam bangku perkuliahan. Maka, menjadi mahasiswa adalah nikmat Allah yang harus disyukuri. Satu pertanyaan yang mengawali tulisan ini, apakah kesempatan ini akan dilewatkan begitu saja?
Perempuan di Ranah Publik dan Seputar Hukum Safar
Pada kehidupan saat ini, seorang wanita memiliki akses yang lebih besar untuk beraktivitas di luar rumahnya, baik untuk menuntut ilmu, bersosialisasi, berdakwah, bekerja maupun mengerjakan hal-hal lainnya. Daya dukung teknologi transportasi, teknologi informasi, dan semakin terbukanya ranah publik bagi kehadiran wanita dalam aspek sosial, membuka peluang-peluang bagi kaum Hawa untuk melakukan mobilisasi antarkota, antarprovinsi bahkan antarnegara. Suatu fenomena yang berbeda dengan kehidupan beberapa abad yang lalu.
Kesadaran bahwa seluruh aktivitasnya sehari-hari tak pernah terlepas dari hukum-hukum Allah swt mendorong para muslimah abad ini pun bertanya: bolehkah seorang wanita muslim keluar dari rumahnya, beraktivitas di ranah publik dan juga melakukan perjalanan sebagaimana kebanyakan wanita lainnya di era ini? Bagaimana sebenarnya Islam mengatur tentang hal ini?
Continue reading
Germany: What is Happiness?
“To be honest, Surani, Germans are not that happy.”
It was approximately one hour from Frankfurt, as I heard this very honest statement from that 30s year old woman (I guessed so). That was her reply to my long description about the condition in Indonesia. I previously talked about poverty, social and other political chaos: corruption, miss-governance, and unplanned development. I said that Indonesians are fighting for a better life, meanwhile the democracy is nothing but the just a tool for the demagogs to run their own interests with no significant contribution to the country.
Continue reading
Pencarian
Istana dan gemerlapnya kota, terasa hambar, tak ada rasa.
Peradaban nan matang dan ketinggian intelegensia? Semua jadi biasa.
Penat yang masih mengganjal, menuntut inspirasi, menjawab sebuah tanya.
Ah, kemana lagi aku mencari? Sudah terlalu jauh kakiku melangkah dari rumah.
Continue reading